Kewajiban Notaris Melaporkan Transaksi Mencurigakan: Peran dalam Anti Pencucian Uang.

Kewajiban Notaris untuk melaporkan transaksi mencurigakan merupakan bagian integral dari upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme (TPPT) di Indonesia. Sebagai Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik, notaris berada di garda terdepan untuk memutus mata rantai aliran dana ilegal. Peran ini diatur tegas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, menjadikannya subjek pelapor (reporting party) yang wajib berhati-hati.

Landasan hukum mengenai Kewajiban Notaris untuk melaporkan didasarkan pada prinsip Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD). Notaris harus mengenal identitas kliennya, memverifikasi kebenaran dokumen, dan memahami tujuan transaksi yang dilakukan. Jika klien menolak memberikan informasi yang diperlukan atau terdapat kejanggalan dalam profil dan transaksi yang dilakukan, notaris harus meningkatkan kewaspadaan dan melaporkannya.

Transaksi yang dikategorikan mencurigakan meliputi transaksi yang tidak sesuai dengan profil, karakteristik, atau pola kebiasaan nasabah. Contohnya, transaksi jual beli aset bernilai besar secara tunai atau melalui serangkaian transaksi kecil yang sengaja dipecah (structuring) untuk menghindari ambang batas pelaporan. Dalam situasi ini, Kewajiban Notaris adalah menunda atau membatalkan transaksi dan segera melaporkannya kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Pelaporan transaksi mencurigakan (Suspicious Transaction Report – STR) oleh notaris adalah kunci efektivitas PPATK. Akta otentik notaris sering digunakan sebagai sarana legalisasi aset hasil kejahatan, misalnya dalam pembelian properti atau pendirian perusahaan cangkang (shell company). Dengan memenuhi Kewajiban Notaris melaporkan, potensi penggunaan jasa notaris untuk tindak pidana dapat diminimalisir secara signifikan dan terstruktur.

Kewajiban Notaris ini menempatkan profesi notaris sebagai filter dalam sistem keuangan dan hukum. Mereka bertindak sebagai penjaga gerbang (gatekeeper) yang memastikan setiap transaksi hukum yang dicatat memiliki sumber dana yang jelas dan sah. Kegagalan dalam melaksanakan kewajiban ini dapat berujung pada sanksi pidana dan denda, selain sanksi administrasi dan kode etik profesi yang diberlakukan.

Selain melaporkan STR, notaris juga memiliki kewajiban untuk melaporkan transaksi tunai yang nilainya mencapai atau melebihi batas ambang yang ditetapkan, meskipun transaksi tersebut tidak dicurigai (Cash Transaction Report – CTR). Pelaporan ini harus dilakukan secara periodik kepada PPATK, membantu lembaga tersebut dalam memetakan aliran dana besar dalam perekonomian nasional.

Laporan yang disampaikan oleh notaris bersifat rahasia dan dilindungi oleh undang-undang. Notaris dilarang memberitahukan kepada klien atau pihak lain bahwa transaksi mereka telah dilaporkan (tipping-off). Prinsip kerahasiaan ini sangat penting untuk mencegah pelaku kejahatan menghapus jejak atau memindahkan dana mereka setelah transaksi teridentifikasi sebagai mencurigakan.

Kesadaran akan Kewajiban Notaris dalam kerangka anti pencucian uang adalah bentuk kontribusi aktif profesi hukum terhadap integritas sistem keuangan negara. Dengan menerapkan prinsip CDD dan EDD secara ketat, notaris tidak hanya melindungi diri dari risiko hukum, tetapi juga secara fundamental berperan dalam mendukung penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan keuangan.

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org