Kekuatan Militer Belanda di Nusantara jauh melampaui sekadar keberadaan kapal dagang VOC di pelabuhan. Setelah VOC bangkrut, Kerajaan Belanda membentuk Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) pada tahun 1830. KNIL bertugas sebagai kekuatan militer utama yang menjaga dan memperluas kendali kolonial atas Hindia Belanda.
KNIL bukanlah tentara homogen Eropa. Mayoritas prajurit rendahan direkrut dari pribumi, terutama dari suku yang dikenal loyal seperti Ambon dan Manado. Sementara itu, perwira tinggi didominasi oleh orang Belanda. Komposisi ini adalah strategi cerdas untuk menghemat biaya dan juga meminimalisir pemberontakan.
Struktur KNIL sangat terorganisir, mencakup berbagai cabang, mulai dari infantri, kavaleri, artileri, hingga zeni. Mereka diperkuat dengan persenjataan modern dari Eropa, termasuk senapan, meriam, dan tank ringan. Keunggulan persenjataan ini sering kali menjadi penentu kemenangan dalam menghadapi perlawanan lokal.
Selain KNIL, Militer Belanda juga memiliki Korps Marechaussee te Voet, sebuah satuan elite yang dibentuk khusus untuk menghadapi perang gerilya. Mereka bergerak cepat, brutal, dan sangat efektif dalam melumpuhkan perlawanan di wilayah sulit, seperti selama Perang Aceh yang panjang dan berdarah.
Dukungan dari matra laut, Koninklijke Marine, dan udara, Militaire Luchtvaart van het KNIL (ML-KNIL), memberikan Militer Belanda keunggulan strategis. Angkatan Laut memastikan jalur perdagangan maritim tetap aman, sedangkan pesawat pengintai dan pengebom memberikan superioritas udara.
Kekuatan militer yang terstruktur ini memungkinkan Belanda untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan besar dan memadamkan pemberontakan yang meluas, seperti Perang Jawa (Perang Diponegoro) dan Perang Padri. Keunggulan logistik dan disiplin tempur menjadi kunci dominasi selama lebih dari satu abad.
Namun, kejayaan Militer Belanda ini runtuh ketika menghadapi invasi Jepang pada Perang Dunia II. Meskipun memiliki persenjataan dan struktur, koordinasi yang buruk dan kurangnya keseragaman komando membuat KNIL dan Sekutu tidak berdaya. Mereka menyerah pada tahun 1942.
Kegagalan militer melawan Jepang membuktikan bahwa kekuatan kolonial Belanda pada dasarnya rapuh tanpa dukungan penuh dari tanah air. Meskipun KNIL sempat dibentuk kembali pasca-Perang Dunia II, perlawanan nasionalisme yang kuat akhirnya memaksa pembubarannya pada tahun 1950.